Model proses berguru mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan. |
Perubahan kurikulum yang diterapkan menekankan pada keterlibatan penerima didik untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dipertegas dengan kebijakan pelaksanaan kurikulum 2013 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) bahwa taktik pembelajaran yang dikembangkan yaitu pembelajaran aktif dan berpusat pada penerima didik untuk mendorong keterampilan penerima didik.
Hasil penelitian menawarkan bahwa tugas aktif penerima didik sangat besar lengan berkuasa dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan berguru yang optimal. Salah satu konsep pembelajaran yang inovatif dan sanggup mengaktifkan penerima didik yaitu dengan menerapkan model Experiental Learning di dalam proses pembelajaran.
Model Experiental Learning ialah suatu model proses berguru mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung. Dalam hal ini, Experiental Learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong pembelajar berbagi kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran.
Tujuan dari model ini ialah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu; 1) mengubah struktur kognitif penerima didik, 2) mengubah sikap penerima didik, dan 3) memperluas keterampilan-keterampilan penerima didik yang telah ada. Ketiga elemen tersebut saling bekerjasama dan memengaruhi secara keseluruhan, tidak terpisah-pisah, alasannya apabila salah satu elemen tidak ada, maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif.
Proses pembelajaran model Experiental Learning
a. Tahap Pengalaman Konkret
Proses berguru dimulai dari pengalaman positif yang dialami penerima didik. Pada tahap ini, seorang penerima didik diupayakan ikut mengalami suatu kejadian, dimana penerima didik belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi menyerupai itu.
b. Tahap Observasi Refleksi
Pengalaman positif tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Dalam proses refleksi, para penerima didik akan berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang dialaminya. Pada tahap ini, penerima didik lambat laun bisa mengadakan pengamatan aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
c. Tahap Konseptualisasi atau berpikir abstrak
Proses refleksi menjadi dasar proses konseptualisasi atau proses pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman yang dialami serta asumsi kemungkinan aplikasinya dalam situasi atau konteks yang lain (baru). Pada tahap ini, penerima didik mulai berguru menciptakan abstraksi atau “teori” ihwal hal yang pernah diamatinya. Diharapkan pada tahap ini penerima didik sudah bisa untuk menciptakan aturan-atuan umum dari banyak sekali pola kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda tetapi mempunyai landasan hukum yang sama.
d. Tahap Pengalaman aktif atau penerapan
Proses implementasi merupakan situasi dan konteks yang memungkinkan penerapan konsep yang sudah dikuasai. Kemungkinan berguru melalui pengalaman-pengalaman nyata kemudian direfleksikan dengan mengkaji ulang apa yang telah dilakukannya tersebut. Pengalaman yang telah direfleksikan kemudian diatur kembali sehingga membentuk pengertian-pengertian gres atau konsep- konsep abnormal yang akan menjadi petunjuk bagi terciptanya pengalaman atau perilaku-perilaku baru. Pada tahap ini penerima didik sudah bisa mengaplikasikan suatu hukum umum ke situasi baru. Dalam mata pelajaran matematika, contohnya penerima didik tidak hanya memahami asal-usul sebuah rumus, tetapi ia juga bisa menggunakan rumus tersebut untuk memecahkan suatu duduk perkara yang belum pernah
ditemui sebelumnya.
Kelemahan dan Kelebihan
Model Experiental Learning mempunyai kelemahan, kelemahannya terletak pada bagaimana Kolb menjelaskan teori ini masih terlalu luas cakupannya dan tidak sanggup dimengerti secara mudah. Namun model ini mempunyai kelebihan, kesudahannya sanggup dirasakan bahwa pembelajaran lewat pengalaman lebih efektif dan sanggup mencapai tujuan secara maksimal.
Advertisement